Rabu, November 27, 2024
spot_img
BerandaFiqih Do'a dan DzikirPeringatan terhadap doa yang diada-adakan

Peringatan terhadap doa yang diada-adakan

Peringatan terhadap doa yang diada-adakan

Mengikuti sunnah nabi Muhammad dalam berdoa merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan. Hal tersebut adalah karena doa adalah ibadah dan ibadah dibangun diatas kaidah tauqif, yaitu tidak dilakukan kecuali atas dalil yang Shohih. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berdoa dengan suatu tata cara khusus maupun di waktu yang khusus secara terus menerus kecuali ada dalilnya.

Sahabat Abdullah bin Mas’ud pernah mengingkari orang-orang yang secara berkelompok-kelompok melakukan suatu tata cara dzikir dengan menggunakan kerikil untuk menghitung jumlah takbir, tahlil dan tasbih. Padahal yang mereka lakukan adalah suatu ibadah, akan tetapi karena tata cara tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad, maka sahabat Abdullah bin Mas’ud pun mengingkarinya. Beliau bukan mengingkari dzikir mereka kepada Allah, namun yang diingkari adalah penyelisihan mereka terhadap sunnah Nabi Muhammad dalam tata cara berdzikirnya.

Diriwayatkan dari ‘Amr bin Salamah Al-Hamdani radiallahu’anhu, beliau berkata,

“Suatu ketika kami duduk di depan pintu rumah ‘Abdullah bin Mas‘ud sebelum shalat subuh. Apabila beliau keluar, kami akan berjalan bersamanya menuju masjid. Tiba-tiba, datanglah Abu Musa Al-Asy‘ari, lalu bertanya, “Apakah Abu ‘Abdirrahman telah keluar rumah?”

Kami menjawab, “Belum.”

Dia pun duduk bersama kami hingga ‘Abdullah bin Mas‘ud keluar. Ketika beliau keluar, kami semua bangun untuk menyambutnya.

Lalu Abu Musa Al-Asy‘ari berkata kepadanya, “Wahai Abu ‘Abdirrahman, aku telah melihat di masjid tadi satu perkara yang tidak aku setujui, tetapi aku tidak melihat –alhamdulilah- melainkan perkara yang baik.”

Dia bertanya, “Apakah itu?”

Abu Musa berkata, “Jika umur engkau panjang, engkau akan melihatnya. Aku melihat sekelompok orang, mereka duduk dalam lingkaran (halaqah) menunggu shalat. Pada setiap kelompok, ada seorang lelaki yang di tangan mereka memegang batu. Apabila lelaki itu berkata,‘Bertakbirlah seratus kali!’, mereka pun bertakbir seratus kali. Apabila dia berkata,‘Bertahlil-lah seratus kali’, mereka pun bertahlil seratus kali. Apabila dia berkata,‘Bertasbihlah seratus kali’, mereka pun bertasbih seratus kali.”

‘Abdullah bin Mas‘ud radiallahu’anhu berkata, “Apa yang telah Engkau katakan kepada mereka?”

Abu Musa menjawab, “Aku tidak mengatakan apa-apa kepada mereka karena aku menanti pendapat dan perintahmu.”

‘Abdullah bin Mas‘ud radiallahu’anhu berkata, “Mengapa Engkau tidak memerintahkan mereka menghitung kejelekan-kejelakan mereka dan Engkau jamin bahwa kebaikan mereka tidak akan sia-sia sedikit pun.”

Lalu beliau berjalan, kami pun berjalan bersamanya. Sehingga beliau tiba di salah satu kelompok melingkar tersebut. Beliau berdiri lantas berkata, “Apa ini yang aku lihat kalian sedang melakukannya?”

Mereka menjawab, “Wahai Abu ‘Abdirrahman! Ini adalah batu yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih.”

Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu menjawab,

فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ، فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ، وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ، وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ

Hitunglah dosa-dosa (kejelekan) kalian, dan aku jamin pahala-pahala (kebaikan) kalian tidak akan sia-sia sedikit pun. Celaka kalian, wahai umat Muhammad! Alangkah cepat kebinasaan kalian. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih banyak, baju beliau belum lusuh, dan wadah makanan dan minuman beliau pun belum pecah. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada di atas agama yang lebih mendapatkan petunjuk daripada agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau sebenarnya kalian sedang membuka pintu-pintu kesesatan?

Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdirrahman, kami hanya bertujuan baik.”

Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu menjawab,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tetapi mereka tidak mendapatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 204 dengan sanad yang hasan)

Allah berfirman dalam Al-Quran

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih. QS. Asy-Syuro: 21

Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk senantiasa istiqomah di atas petunjuk Nabi dan meninggalkan hal-hal yang diada-adakan dalam masalah agama, karena hakikat kesempurnaan agama ini adalah meniadakan penambahan maupun pengurangan terhadap ajarannya.

Sumber :

Fiqih Doa dan Dzikir Syaikh Abdurrozzaq

Muslim or id

Cianjur, 3 Juli 2020

Oleh : Muhammad, M.Pd.I

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

PALING POPULER