asd
Rabu, Juli 24, 2024
spot_img
BerandaFiqih Do'a dan DzikirKEUTAMAAN AL-QUR’AN DIBANDINGKAN SEKEDAR BERDZIKIR

KEUTAMAAN AL-QUR’AN DIBANDINGKAN SEKEDAR BERDZIKIR

KEUTAMAAN AL-QUR’AN DIBANDINGKAN SEKEDAR BERDZIKIR

          Sungguh, komitmen dalam berdzikir kepada Allah secara terus menerus adalah perkara paling utama yang digunakan seorang hamba untuk mengisi waktunya, dan menghabiskan nafas-nafasnya padanya setelah mengerjakan fardhu-fardhu yang Allah tetapkan atas hamba-hamba-Nya. Dzikir mencakup semua perkataan, baik yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya, berupa bacaan kalam Allah, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, do’a, atau selain itu. Tidak diragukan lagi, bahwa yang paling utama dari dzikir-dzikir ini, paling agung, dan paling tinggi kedudukannya, adalah bacaan Al-Qur’an yang mulia, kalam Rabb semesta alam. Seperti tercantum dalam Shahih Muslim, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam, beliau bersabda:

أحب الكلام إلى الله أربع : سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر

“Pembicaraan yang paling dicintai Allah ada empat; Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illallah, wallahu akbar (Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada sembahan yang hak selain Allah, dan Allah Mahabesar).” (Shohih Muslim, No. 2137)

            Begitu pula dalam hadits yang terdapat di kitab As-Sunan, tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam  seraya berkata, “Sungguh aku tidak mampu mengambil sesuatu dari Al-Qur’an, maka ajarkan apa yang mencukupi bagiku dalam shalatku.” Beliau bersabda:

قل : سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر

“Ucapkanlah; Subhanallahu, walhamdulillah, walaa ilaaha illallah, wallahu akbar.” (Sunan Abi Dawud, No. 832, dan Sunan An-Nasa’I, 2/143, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam shahih Abi Dawud, 1/157.

          Berdasarkan hal ini, maka membaca Al-Qur’an adalah wajib dalam shalat, tidak boleh berpaling darinya kecuali saat tidak mampu membacanya. Hal ini cukup jelas menunjukan keutamaan membaca Al-Qur’an. Menunjukan pula kepada hal itu, membaca Al-Qur’an dipersyaratkan padanya suci dari hadas besar, dimana ia tidak dipersyaratkan pada dzikir lainnya. Sesuatu yang tidak disyariatkan kecuali pada kondisi paling sempurna, maka tentu ia lebih utama. Sebagaimana shalat, ketika dipersyaratkan padanya suci dari dua hadats (besar dan kecil), maka keberadaannya lebih utama daripada sekedar membaca Al-Qur’an. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam  

استقيموا ولن تحصوا، واعلموا أن خير أعمالكم الصلاة

“Berlaku luruslah, dan sekali-kali kamu tidak akan bisa mengumpulkan semuanya. Ketahuilah, bahwa sebaik-baik amalan kamu adalah shalat. (Al-Musnad, karya Imam Ahmad, 5/276 dan 282, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, No. 952.

 Semua ini menunjukan  bahwa membaca Al-Qur’an yang mulia, lebih utama daripada tasbih, tahmid, takbir, dan dzikir-dzikir yang lainnya. Ini ditinjau secara garis besarnya. Sebab pada sisi lain, terkadang suatu amalan yang lebih rendah keutamaannya, beriringan dengan sesuatu yang menjadikannya lebih utama. Perkara ini telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu. Beliau berkata, “ Kesimpulan dari hal itu, sesungguhnya amal-amal yang lebih rendah keutamaannya, terkadang beriringan dengan sesuatu yang menjadikannya lebih utama, dan ia ada dua jenis :

  • Jenis pertama, sesuatu yang disyariatkan bagi semua manusia, bisa saja beriringan dengan waktu atau tempat, atau amalan yang (dengannya) ia menjadi lebih utama. Misalnya sesudah shubuh dan ashar atau yang sepertinya diantara waktu-waktu terlarang padanya shalat. Sungguh dzikir dan do’a lebih utama pada masa tersebut. Demikian pula tempat-tempat yang dilarang padanya shalat, seperti tempat pemandian dan kandang unta. Dzikir dan do’a padanya adalah lebih utama.
  • Jenis kedua, apa-apa yang mengalami perbedaan seiring perbedaan keadaan manusia. Di mana seorang hamba tidak mampu mengerjakan amalan yang lebih utama, baik tidak mampu secara asalnya, misalnya orang tidak hafal ayat Al-qur’an dan tidak bisa menghafalnya, seperti orang Arab Badui yang bertanya kepada Nabi, atau tidak mampu mengerjakannya secara sempurna, namun dia mampu mengerjakan yang lebih rendah keutamaannya dalam bentuk yang sempurna. Sampai beliau berkata; “Tidak semua amalan yang utama disyariatkan bagi setiap orang. Bahkan masing-masing orang disyariatkan untuknya apa yang utama baginya. Sebagian manusia ada yang sedekah lebih utama baginya daripada puasa, dan sebaliknya, meski ditinjau dari jenis amalan, sedekah adalah utama.

       Kemudian beliau rahimahullahu berkata, “Apabila hal ini telah diketahui, maka dikatakan, dzikir-dzikir yang disyariatkan pada waktu-waktu tertentu, seperti yang diucapkan ketika menjawab mu’adzin, maka ia lebih utama dibanding membaca Al-Qur’an pada waktu tersebut. Demikian pula yang disunnahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam untuk diucapkan ketika pagi dan petang, atau ketika mendatangi pembaringan, ia lebih didahulukan daripada selainnya. Adapun jika seseorang bangun diwaktu malam, maka membaca Al-Qur’an lebih utama baginya, jika dia mampu. Bila tidak, maka hendaklah ia mengamalkan apa yang dia mampu. Namun shalat lebih utama daripada keduanya.

          Berdasarkan perincian yang disebutkan oleh Syaikhul Islam rahimahullah di atas, maka menjadi jelaslah perkataan pemutus dalam masalah yang agung ini, sehingga membaca Al-Qur’an yang mulia adalah dzikir yang paling utama, ia lebih didahulukan daripada tasbih, tahmid, takbir, tahlil, do’a, istighfar, dan selain itu diantara dzikir-dzikir dan do’a-do’a. Hanya saja di sana terdapat keadaan-keadaan tertentu yang mengiringi amal utama sehingga menjadikannya lebih utama dibanding amalan lainnya. Wallahu A’lam .

Al-Bayaan Cianjur, Ahad 12 Juli 2020/20 Dzulqo’dah 1441 H

Penulis: Adep Baehaki

Sumber : Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Abdurrazaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr -Hafidzahumallahu-

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

PALING POPULER