DZIKIR-DZIKIR TIDUR PART 1
Nabi yang mulia telah memberi petunjuk ketika kembali ke pembaringan untuk tidur, tentang sejumlah adab yang agung dan perilaku yang mulia, dan apa saja yang disiapkan bagi orang yang kontinyu melakukannya berupa hasil-hasil terpuji dan sangat beragam, di antaranya nyaman saat tidur, tenang, merasakan istirahat yang berkualitas, selamat dari keburukan dan gangguan, dan bangun dari tidur tersebut dalam keadaan jiwa yang bagus, tekad yang tinggi serta kebaikan dan penuh semangat.
Di antara hal itu apa yang tercantum dalam Ash-Shahihain, dari hadits Al-Baraa bin Azib dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi bersabda kepadaku:
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الْأَيْمَنِ ثُمَّ قُلْ اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ قَالَ فَرَدَّدْتُهَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا بَلَغْتُ اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ قُلْتُ وَرَسُولِكَ قَالَ لَا وَنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ
“Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas badanmu bagian kanan, kemudian ucapkan, ‘Ya Allah, sungguh aku mempasrahkan diriku kepada-Mu, menghadapkan wajahku kepada-Mu, dengan rasa harap dan takut pada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan, dan nabi-Mu yang Engkau utus.’ Apabila engkau mati pada malam itu maka engkau mati di atas fitrah. Jadikanlah ia akhir dari perkataanmu.” Beliau (Al-Bara’) berkata, ‘Aku mengulanginya untuk menghapalnya, lalu aku mengatakan, ‘Aku beriman kepada Rasul-Mu yang Engkau utus,’ maka beliau bersabda, ‘Tidak, (tapi) Dan nabi-Mu yang Engkau utus. (Shahih Bukhari, No.6311, dan Shahih Muslim, No. 2710)
Hadits yang agung ini memuat sebagian adab yang sangat baik bagi setiap Muslim untuk dikerjakan secara konsekuen ketika akan tidur. Nabi pertama kali memberi bimbingan dalam hadits ini bagi yang kembali ke pembaringannya agar berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Hal itu agar seseorang saat tidur berada dalam keadaan yang paling sempurna, yaitu telah bersuci dan dzikir kepada Allah yang dia ucapkan saat akan tidur, dilakukan dalam keadaan dia telah bersuci, dan ini adalah kondisi yang paling sempurna bagi seorang muslim dalam berdizikir kepada Allah. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memberi petujuk di saat seseorang dalam kondisi sempurna ini agar memulai munajatnya kepada Rabbnya dengan doa agung tersebut yang ditunjukan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lafadz “Ya Allah, sungguh aku pasrahkan diriku kepada-Mu,” yakni; sungguh aku ya Allah, telah ridha dengan keridhaan yang sempurna, diriku berada dalam kehendak-Mu, Engkau lakukan padanya apa yang Engkau kehendaki, dan Engkau putuskan terhadap-Nya apa yang Engkau inginkan, apakah menahannya atau mengembalikannya. Engkaulah Dzat yang di tangan-Nya terdapat kendali langit dan bumi, ubun-ubun para hamba semuanya tergantung dengan keputusan-Mu dan ketetapan-Mu, Engkau tetapkan pada mereka apa yang Engkau inginkan, dan Engkau putuskan terhadap mereka apa yang Engkau kehendaki, tidak ada yang menolak ketetapan-Mu, dan tidak ada yang mengkritik keputusan-Mu.
Lafadz, “Aku menyerahkan urusanku kepada-Mu,” yakni; aku jadikan urusanku seluruhnya kepada-Mu. Pada yang demikian terdapat penyandaran kepada Allah dan tawakal yang sempurna atasnya. Karena tidak ada upaya bagi hamba dan tidak ada kekuatan kecuali dari-Nya.
Lafadz, “Aku sandarkan punggungku kepada-Mu,” yakni; aku menyandarkannya kepada penjagaan-Mu dan pemeliharaan-Mu, karena apa yang aku tahu, bahwa tidak ada sandaran yang bisa menguatkan kecuali Engkau, tidak bermanfaat bagi seseorang kecuali penjagaan-Mu. Dalam hal ini terdapat isyarat akan kebutuhan hamba kepada Allah, dalam urusannya semuanya saat tidurnya, bangunnya, gerakannya, diamnya, dan keadaan-keadaannya yang lain.
Lafadz, “Dengan rasa harap dan rasa takut kepada-Mu,” yakni; sungguh aku mengatakan apa yang terdahulu, dan aku berharap serta cemas. Aku berharap dengan sepenuhnya terhadap karunia-Mu yang luas dan nikmat-Mu yang agung. Namun aku cemas dari-Mu dan dari seluruh perkara yang menjerumuskanku dalam kemurkaan-Mu. Inilah keadaan para nabi dan orang-orang shalih di antara hamba-hamba Allah. Mereka memadukan dalam doa-doa mereka antara harapan dan rasa takut.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan dalam doa ini, “Tidak ada perlindungan dan tempat menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu,” yakni; tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat lari serta tidak ada tempat menghindar dari siksaan-Mu kecuali bersegera kepada-Mu dan bersandar kepada-Mu.
Seperti firman Allah
فَفِرُّوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗاِنِّيْ لَكُمْ مِّنْهُ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌۚ
“Maka, (katakanlah kepada mereka, wahai Nabi Muhammad,) “Bersegeralah kembali (taat) kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang jelas dari-Nya untukmu.” (QS. Adz-Dzariyat: 50)
Kemudian beliau berkata, “Aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan nabi-Mu yang Engkau utus.” Yakni; aku beriman kepada kitab-Mu yang agung. Al-Qur’an yang mulia, yang tidak didatangi kebatilan dari depannya dan tidak pula dari belakangnya, diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Aku beriman dan mengakui bahwa ia adalah wahyu-Mu, Engkau turunkan kepada hamba-Mu dan Rasul-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa ia mengandung kebenaran, petunjuk dan cahaya. Demikian pula aku beriman kepada nabi-Mu yang Engkau utus, dan dia adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hamba Allah, Rasul-Nya, yang terbaik di antara ciptaan-Nya, ditutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Aku beriman kepadanya dan kepada semua yang dia bawa. Beliau tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya. Bahkan semua itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. Semua yang beliau bawa adalah benar dan haq.
Lafadz, “Yang Engkau utus,” yakni; kepada seluruh ciptaan, membawa kabar gembira, peringatan, serta mengajak kepada Allah dengan izin-Nya sebagai pelita terang benderang. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan menasehati umat, serta berjihad pada Allah dengan sebenar-benarnya jihad, hingga datang kepadanya Al-Yaqin (kematian).
Selanjutnya Nabi menjelaskan keutamaan doa ini dan besarnya kebaikan serta keutamaan yang disiapkan atasnya, “Apabila engkau mati niscaya engkau mati di atas fitrah.” Yakni; di atas Islam. Islam adalah agama fitrah. Seperti firman Allah
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ
“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.” (QS. Ar-Ruum: 30)
Nabi memberi petunjuk agar seorang Muslim menjadikan doa ini sebagai akhir dari doa-doa dan dzikir-dzikir yang dibaca ketika akan tidur. Supaya kalimat-kalimat ini menjadi akhir dari perkataan Muslim ketika hendak tidur. Oleh karena itu, Nabi shallallau ‘alaihi wasallam bersabda, “Jadikanlah ia akhir dari apa yang engkau ucapkan.”
Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘ala Muhammad waalihi wasohbihi ajma’in.
Al-Bayaan Cianjur, Ahad 05 September 2021/ 27 Muharram 1443 H
Penulis: Adep Baehaki
Sumber : Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir jilid 2 karya Syaikh Abdurrazaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr -Hafidzahumallahu-