BERDOA UNTUK KAUM MUSLIMIN
Sesungguhnya diantara perkara penting yang patut diperhatikan seorang muslim dalam berdoa, bahkan telah dimasukan oleh sebagian ahli ilmu dalam bagian adab-adab doa, adalah memberi perhatian agar mendoakan kaum muslimin agar diberi taufik, ampunan, rahmat, dan dibantu kepada perkara kebaikan. Karena semuannya memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan terhadap hal-hal itu.
Apabila seorang muslim melihat kepada keadaan saudara-saudaranya sesama kaum muslimin, niscaya dia akan mendapatinya dalam keadaan berbeda-beda, dan setiap mereka butuh kepada doa saudaranya.
Disana ada orang sakit menanggung rasa sakit dan melawan kepedihan. Terkadang dia telah melewati masa sakitnya beberapa pekan dan beberapa bulan. Mungkin dia tidak bisa memjamkan mata, atau tidak pernah merasakan nyaman akibat kepedihan yang melelahkan dan rasa keperihan yang menyakitkan. Dia sangat butuh kepada doa saudaranya sesama kaum muslimin agar disembuhkan Allah Ta’ala, dihilingkan deritanya, dihapuskan kegundahannya, dilenyapkan musibahnya, dan dikenakan kepadanya pakaian kesehatan dan keafiatannya.
Dalam Ashahihain, dari Aisyah Radhiyallahu anha “Biasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam apabila mendatangi orang sakit berdoa untuknya.
Beliau Shalallahu Alaihi Wasallam mengucapkan:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Artinya:
“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhari, no. 5742; Muslim, no. 2191)
Diantara kaum muslimin ada yang dijemput ajal dan ditimpa kematian. Dia terkurung dalam kubur, tergadai oleh amal-amalnya, dan dibalas dengan sebab apa yang dilakukannya. Maka dia butuh kepada doa saudara-saudaranya sesama kaum muslimin, agar meniadakan kekeliruannya, mengampuni ketergelincirannya, dan memaafkan kesalahan-kesalahannya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Hasyr: 10)
Syaikh Abdurrahman bin As-Sa’di rahimahullah berkata: “ini mencangkup semua orang yang beriman, saling memberi manfaat satu sama lain, sebagiannya mendo’akan sebagian yang lain, disebabkan persekutuan mereka dalam keimanan yang menyebabkan ikatan persaudaraan antara orang-orang beriman, di mana cabangnya adalah sebagiannya mendo’akan sebagian yang lain, dan mencintai satu sama lain.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menyebutkan dalam do’a ini penafian kebencian dari hati, mencangkup sedikit dan banyaknya, yaitu kecintaan antara orang-orang beriman, loyalitas, nasihat, dan semisalnya, yang ia termasuk hak-hak orang-orang beriman.
Diringkas dari kitab Fiqih Do’a dan Dzikir, Karya: Syeik Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr –Hafizhahumallah-.
Cianjur, jumat 7 Agustus 2020, ditemani senja dan secangkir kopi.
Oleh: Fitra Aryasandi S.Ag