Apabila Engkau Meminta, Maka Mintalah kepada Allah Subhana wata’ala (Bag. Pertama)
Tidak diragukan, setiap muslim berdoa kepada Allah Subhana wata’ala. Berdoa padanya seraya berharap dikabulkan doanya, dikabulkan harapannya dan diberikan permintaanya. Akan tetapi doa memiliki syarat-syarat agung dan adab-adab penting yang patut bagi muslim untuk memperhatikan dan memeliharanya, agar dikabulkan doa untuknya dengan merealisasikan doanya, dan agar terlealisasi secara sempurna bagi dambaan dan harapannya pada Allah Subhana wata’ala. Di antaranya ada syarat-syarat sah, di mana doa tidak dikabulkan kecuali terpenuhinya syarat itu, dan ada pula berupa adab-adab, sunah-sunnah, dan pelengkap-pelengkap. Muslim yang diberi taufiq akan memperhatikan semua itu agar sempurna bagiannya dari kebaikan.
Dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang dikutip Imam Muslim tentang doa seorang musafir yang tidak dikabulkan doanya karena memakan, meminum dan memakai yang haram, disebutkan:
(( ثم ذكر الرجل يطيل السفر ، أشعث أغبر ، يمدّ يديه إلى السماء : يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ، ومشربه حرام ، وملبسه حرام وغُذّي بالحرام ، فأنّى يُستجاب له ؟ ))
“Kemudian Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam menyebutkan seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan yang panjang, dalam keadaan kusut masai lagi berdebu. Ia membentangkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Robbku, wahai Robbku!” Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia diliputi dari yang haram, lalu dari mana doanya akan dikabulkan ?” (HR. Muslim no. 2343).
Dalam sabda beliau ,”bagaimana dikabulkan karena hal itu’ terdapat isyarat, bahwa penerimaan doa dan pengabulannya memiliki syarat-syarat yang mesti terealisasikan, dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi.
Termaktub di permulaan syarat-syarat doa, bahkan dipermulaan syarat-syarat seluruh ketaatan yang digunakan mendekatkan diri kepada Allah adalah ikhlas untuk Allah Subhanawata’ala. Ia adalah syarat yang asasi dan ketentuan yang penting. Tidak ada penerimaan bagi doa dan tidak pula ibadah apa saja kecuali merealisasikannya dan mendatangkannya. Allah Subhana wata’ala berfirman:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ …
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)…
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya)”.
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا ، فَقَالَ «يَا غُلَامُ ! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَـعِنْ بِاللهِ. وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلىَ أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَ إِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ». رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيِحٌ. وَفِي رِوَايَةٍ غَيْرِ التِّرْمِذِيِّ : «اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّ ةِ. وَاعْلَمْ أَنَّ مَاأَخْطَأَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ ، وَمَا أَصَابَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا».
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma , ia mengatakan, “Pada suatu hari, aku pernah dibonceng di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau memohon (meminta), mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka mereka tidak akan dapat menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.’” [HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahîh”]
Sabda beliau Shalallau ‘alahi wasalam,’’ Jika engkau memohon (meminta), mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Merupakan perintah untuk ikhlas kepada Allah Subhana wata’ala dalam meminta dan memohon , bahwa tidak boleh meminta kecuali kepada Allah, dan tidak boleh memohon bantuan kecuali dari-Nya. Ini adalah perkara yang menjadi keharusan bagi setiap muslim, “karena permintaan terdapat padanya penampakan kerendahan dari yang meminta, kemiskinan, kebutuhan, dan kefakiran. Di dalamnya terdapat pengakuan akan kekuasaan tempat meminta untuk menghilangkan mudharat ini, dan memberikan apa yang diinginkan, serta mendatangkan manfaat dan menolak mudharat. Padahal merendahkan diri dan menampakan kefakiran tidaklah patut ditunjukan kepada sesuatu kecuali kepada Allah Subhana wata’ala semata. Sebab itu merupakan hakikat peribadatan. (bersambung)
Oleh : Dzakwan Mukhtar Lc
Disadur ulang dari kitab fiqih do’a dan dzikir syekh Abdurrazzak Hafizhahullah