(القابض)
AL-QABIDH
(Yang Maha Menyempitkan)
Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ هُوَ المُسَعِّرُ القَابِضُ البَاسِطُ الرَّازِقُ
“Sesungguhnya Allah, Dia adalah maha mengatur harga, maha menyempitkan, maha melapangkan, maha memberi rizki.” (HR. Abu Dawud: 3453, at-Tirmidzi: 1362, dishahihkan oleh al-Albani)
Al-Qabidh berarti yang menyempitkan kebaikan-Nya dari orang-orang yang Dia kehendaki, yang menyempitkan rizki dan hati.
Para ulama menyebutkan bahwa kesempitan yang dimaksud mencakup tiga pengertian:
1. Menyempitkan rizki:
Menyempitkan rizki dari orang-orang yang Dia dikehendaki dengan kelembutan dan kebijaksanaan-Nya. Allah menyempitkan shadaqah bagi orang-orang kaya dan melapangkanya bagi orang-orang miskin.
2. Menyempitkan hati:
Allah menyempitkan hati hingga sesak:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125)
3. Menahan ruh:
Allah menahan ruh dengan kematian yang telah ditetapkan bagi ciptaan-Nya dan melepaskan ruh dengan kehidupan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabatnya saat mereka tertidur dari waktu shalat dalam sebuah safar:
إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِيْنَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِيْنَ شَاءَ
“Sesungguhnya Allah menahan ruh kalian saat Allah berkehendak dan melepaskannya saat Dia berkehendak” (HR. Al-Bukhari: 7471)
Berdo’a dengan nama Al-Qabidh
Do’a Ibadah:
1. Allah Ta’ala menyempitkan dan menahan (al-Qabdh) karena hikmah ilahiyah yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Oleh sebab itu Allah melarang hamba-hamba-Nya menggunakan sifat tersebut dengan cara menahan diri tidak memberi dan tidak berinfak. Allah benar-benar memperketat larangan ini dengan menyebutnya sebagai orang munafik:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang Munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya, mereka telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 67)
2.Allah menyempitkan rizki sebagian hamba-hamba-Nya kerena hikmah yang sangat besar sebagaimana dijelaskan oleh ayat:
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 27)
Mahal dan murah, sempit dan lapang berada dalam kekuasaan Allah Ta’ala oleh sebab itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menolak permintaan orang untuk mematok harga pasar. Mereka (para Shahabat) berkata: “ya Rasulullah, harga-harga telah naik, maka patoklah harga-harga tersebut. Beliau bersabda:
إِنَّ اللهَ هُوَ المُسَعِّرُ القَابِضُ البَاسِطُ الرَّازِقُ
“Sesungguhnya Allah, Dia adalah maha mengatur harga, maha menyempitkan, maha melapangkan, maha memberi rizki.” (HR. Abu Dawud: 3453, at-Tirmidzi: 1362, dishahihkan oleh al-Albani)
3. Siapa saja yang disempitkan rizki dan hatinya hendaklah ia tidak bersandar kecuali kepada Rabb yang maha menyempitkan dan melapangkan dan hendaklah ia sadar bahwa kesempitan tersebut adalah keadilan Allah yang tidak akan berlaku zhalim terhadap siapapun.
Maha suci Allah yang berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
Do’a Permohonan:
1. Kedua nama (al-Qabidh) dan (al-Basith) hendaknya disebutkan secara bersamaan, agar kesempurnaan kekuasaan dan hikmah menjadi lebih nyata.
2. Tidak disebutkan nama al-Qabidh dalam do’a ma’tsur dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, namun ia merupakan nama yang digunakan untuk menyanjung dan mengagungkan Allah.
Diringkas dari kitab Asrar al-Asma : Muallifah
Komplek masjid al-Bayaan, Cianjur 15 Jumadal akhir 1441 H / 11 Januari 2020
Oleh : Ade Abdurrahman
Sedang dalam taraf awal mendalami asmaul husna karena terinspirasi dari doa hendak tidur. Doa tidur mulai kami maknai sebagai dialog seorang hamba dengan tuhannya bahwa dengan bekal asma Allah kami siap menjalani, memaknai dan menyiasati kehidupan. Serta dengan bekal asma Allah kami bertekad menyambut keniscayaan kematian.