Kamis, November 28, 2024
spot_img
BerandaFiqih Do'a dan DzikirDoa-doa ketika hujan turun

Doa-doa ketika hujan turun

Doa-doa ketika hujan turun

Seorang hamba berdoa kepada Allah dalam setiap waktu dan keadaanya.  Apabila hujan tak kunjung turun ia berdoa kepada Allah. Apabila hujan turunpun ia berdoa kepada Allah. Apabila ia mendengar petir ia juga berdoa kepada Allah. Maka ia senantiasa butuh kepada Allah, dan tidak pernah bisa lepas dari-Nya walau sekejap mata. Berikut diantara doa yang disunnahkan untuk diabca ketika hujan turun.

Pertama : Diriwayatkan dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم –  كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ  اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, [Allahumma shoyyiban nafi’an] Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat”. (HR. Bukhari no. 1032)


Dalam doa ini Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam terkandung permohonan perlindungan dari hujan yang berbahaya, yang menunjukkan bahwasanya terkadang hujan itu memberi rahmat dan inilah hujan yang bermanfaat, dan adapula hujan yang mengandung adzab dan siksa dan inilah hujan yang berbahaya. Seorang muslim memohon kepada Allah agar hujan yang turun adalah hujan yang bermanfaat dan bukan hujan yang berbahaya.

Disunnahkan membaca doa ini ketika hujan telah turun agar bertambah keberkahan dari hujan tersebut dan agar terhindar dari jenis hujan yang dikhawatirkan. Dalam keadaan ini seorang hamba dituntut untuk menyadari bahwasanya hujan merupakan karunia dari Allah karena Dialah yang pemilik karunia tersebut. Dialah yang berhak memberi atau menahan karunia yang Dia miliki.

Kedua : Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan [Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih] Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah, maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan [Muthirna binnau’ kadza wa kadza] Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini, maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71).

Maka barangsiapa yang mengucapkan doa “Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih”, maka dia telah menyandarkan hujan kepada pemilik dan Dzat yang telah menurunkannya dan meyakini bahwa turunnya hujan adalah murni merupakan karunia dari Allah. Adapaun orang yang mengatakan “Muthirna binnau’ kadza wa kadza”, maka dia berada diantara dua keadaan.

  • Pertama, dia meyakini bahwa yang menurunkan hujan adalah bintang-bintang dan keyakinan seperti ini merupakan kekufuran.
  • Atau kedua, dia meyakini bahwasanya yang menurunkan hujan adalah Allah, dan bintang-bintang itu hanyalah sebab turunnya hujan. Maka keyakinan seperti ini merupakan kekufuran terhadap nikmat Allah dan perbuatannya merupakan syirik tersembunyi.

Bintang-bintang di langit bukanlah sebab turunnya hujan. Sebab turunnya hujan adalah kebutuhan hamba-hamba-Nya akan hujan. Demikian pula diantara sebab turunnya hujan adalah doa, istighfar, serta taubat yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Dengan sebab itulah hujan akan turun di waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan hamba-hamba-Nya. Tidak sempurna tauhid seseorang sampai ia mengak`ui kenikmatan yang Allah berikan kepadanya dan mengembalikannya kepadaNya dengan cara memanfaatkan kenikmatan tersebut untuk beribadah, bersyukur dan senantiasa berdzikir mengingat-Nya.


Ketiga : Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ »

Apabila ada angin bertiup, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa, [Allahumma inni as’aluka khoiroha wa khoiroma fiha wa khoiroma ursilat bih, wa a’udzubika min syarriha wa syarri mafiha wa syarrima ursilat bih]. Ya Allah, aku memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan yang dibawa angin ini, dan kebaikan angin ini diutus. Dan aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan angin ini, keburukan yang dibawa angin ini, dan keburukan angin ini diutus. (HR. Muslim 2122).


Tidak pantas bagi seorang muslim mencela angin, karena angin telah ditundukkan oleh Allah dan berhembus sesuai perintah Allah. Diriwayatkan oleh Abu hurairah :

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ((الرِّيحُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَلَا تَسُبُّوهَا، وَسَلُوا اللَّهَ خَيْرَهَا، وَاسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا))

Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Angin itu adalah karunia dari Allah. Jika kalian melihatnya maka janganlah kalian mencela, dan mintalah kepada Allah kebaikan dari angin tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya.” (HR. Bukhari)

Keempat : Diriwayatkan dari salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan, dahulu apabila ada angin bertiup, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa :

“اللهم لاقحاً لا عقيماً”

[Allahumma laaqihan laa aqiiman] “Ya Allah, jadikan angin ini membawa awan yang mengandung air, bukan sebagai adzab-Mu” (Dishahihkan oleh al-Albani)

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala :

وَأَرْسَلْنَا ٱلرِّيَـٰحَ لَوَٰقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ فَأَسْقَيْنَـٰكُمُوهُ وَمَآ أَنتُمْ لَهُۥ بِخَـٰزِنِينَ

Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. (QS. Al-Hijr: 22)

Kelima : Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair Radhiyallahu ‘anhuma, apabila ia mendengar petir, dia menghentikan pembicaraan, kemudian mengucapkan,

سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ

[Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih] “Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya”. (Adabul Mufrod dan dishahihkan oleh Al-Bani)

Mengucapkan tasbih ketika mendengar halilintar merupakan pengagungan kepada Allah, yang mana halilintar merupakan pengaruh dari kesempurnaan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Bertasbih ketika itu pula akan bersamaan dengan tasbih yang dilakukan oleh halilintar akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana tasbih mereka.

Sumber :

Fikih doa dan Dzikir Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin

rumaysho.com, alukah.net, konsultasisyariah.com,

Cianjur, 31 Januari 2021

Oleh : Muhammad Abu Alif

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

PALING POPULER