Selasa, November 5, 2024
spot_img
BerandaFiqih Do'a dan DzikirADAB-ADAB PENGEMBAN AL-QUR’AN

ADAB-ADAB PENGEMBAN AL-QUR’AN

ADAB-ADAB PENGEMBAN AL-QUR’AN

Para ahli ilmu telah membuat pembahasan khusus dan perhatian yang serius terkait dengan adab-adab pengemban al-Qur’an. Karena inilah yang menjadi sebab datangnya manfaat dari al-Qur’an, berupa pahala agung, ganjaran, dan kebaikan. Tanpa adab-adab ini, pembaca al-Qur’an tidak akan mendapatkan buah yang diharapkan, tidak memperolah kebaikan yang agung dan pahala besar yang diidam-idamkan. Bahkan bisa saja al-Qur’an justru menjadi faktor yang memberatkannya dan lawan baginya di hari kiamat.

Disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا، وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala menganngkat dengan sebab kitab ini beberapa kaum, dan merendahkan yang lainnya.” )HR. Muslim, no. 817)

Lalu disebutkan juga bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“al-Qur’an adalah hujjah untukmu (meringankanmu) atau hujjah atasmu (memberatkanmu)” (HR. Muslim, no. 223)

Al-Qur’an adalah hujjah (pembela) bagi yang mengamalkannya dan beradab sesuai adabnya. Adapun mereka yang menyia-nyiakan batasan-batasannya dan melalaikan hak-haknya, dan mengabaikan kewajiban-kewajibannya, sungguh al-Qur’an menjadi hujjah atasnya (memberatkannya) pada hari kiamat.

Oleh karena itu, Qatadah rahimahullah berkata, “tidaklah seseorang duduk untuk al-Qur’an, melainkan dia bediri darinya dengan tambahan, atau kekurangan.” Yakni, tambahan iman dan kebaikan jika mengamalkannya, atau kekurangan dari hal itu jika mengabaikan dan menyia-nyiakan hak-haknya.

Dalam hal ini para ahli ilmu telah menuliskan karya-karya yang membahas akhlak-akhlak pengemban al-Qur’an. Diantara karya yang berharga dan bermanfaat adalah kitab Akhlaaq hamalatil Qur’an karya al-Imam al-‘Allamah Abu Bakar Muhammab bin al-Husain al-Ajurri (w. 360 H). patut bagi setiap pengahapal al-Qur’an bahkan setiap muslim untuk meneletinya dan mengambil faidah darinya.

Diantara adab yang maksud adalah:

Pertama, ahli al-Qur’an hendaknya berhias dengan takwa kepada Allah subhanahu wata’ala baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Menjadikan ilmu dan amalanya untuk mencari wajah Allah. Lalu menjadikan tilawah al-Qur’an dan  mengapalnya sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Disebutkan dari Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:

لَقَدْ أَتَى عَلَيْنَا حِينٌ، وَمَا نَرَى أَنَّ أَحَدًا يَتَعَلَّمُ الْقُرْآنَ يُرِيدُ بِهِ إِلَّا اللهَ تَعَالَى، فَلَمَّا كَانَ هَهُنَا بِأَخَرَةٍ، خَشِيتُ أَنَّ رِجَالًا يَتَعَلَّمُونَهُ يُرِيدُونَ بِهِ النَّاسَ وَمَا عِنْدَهُمْ، فَأَرِيدُوا اللهَ تَعَالَى بِقِرَاءتِكُم وَأَعْمَالِكُم

“Sungguh telah datang pada kami suatu masa, tidaklah kami melihat seseorang belajar al-Qur’an tanpa maksud apapun kecuali Allah azza wajalla. Namun ketika akhir-akhir ini, aku khawatir beberapa orang belajar al-Qur’an dan mereka maksudkan dengannya manusia serta apa yang ada pada mereka. Maka hendaklah kamu maksudkan dengan bacaan dan amal-amal kamu Allah subhanahu wa ta’ala semata.”

Kedua, berprilaku sesuai akhlak al-Qur’an yang mulia, beradab dengan adab-adabnya, menjadikan al-Qur’an sebagai penyejuk bagi hatinya, memakmurkannya dengannya apa-apa yang telah hancur pada hatinya, memperbaiki dengannya apa yang telah rusak darinya, mendidik dirinya dengan al-Qur’an, memperbaiki dengannya keadaannya, dan menguatkan dengannya keimanannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (١٢٤)وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ (١٢٥)

“dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir.” (QS. At-Taubah/9: 124-125)

Al-Fudhail berkata, “al-Qur’an diturunkan hanyalah untuk diamalkan. Lalu manusia menjadikan membacanya sebagai amalan.” (diriwayatkanoleh al-Ajurri dalam kitab akhlaq hamalatil Qur’an)

Makna perkataan beliau ‘untuk diamalkan’, yakni agar mereka menghalalkan perkara yang halal di dalamnya, dan mengharamkan perkara yang haram di dalamnya. Maka manusia menjadikan membacanya sebagai amalan. Yakni, mereka tidak merenungkannya (tadabbur) dan tidak pula mengamalkannya.

Ketiga, hendaklah tujuan utama mereka yang membaca al-Qur’an, menempatkan pemahaman terhadap apa yang diharuskan Allah subhanahu wa ta’ala semata, yaitu mengikuti apa yang diperintahkan dan menahan diri dari perkara yang dilarang. Bukan menjadikan perhatiannya kapan dia menamatkannya. Bahkan keinginan terbesarnya adalah kapan dia merasa cukup dengan Allah subhanahu wa ta’ala semata tanpa butuh kepada selain-Nya, kapan aku termasuk orang-orang yang bertakwa, kapan aku termasuk orang-orang berbuat kebaikan, kapan aku termasuk shiddiqin (orang-orang yang benar), kapan aku bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata atas nikmat-nikmat-Nya, kapan aku bertaubat dari dosa-dosa, kapan aku memahami firman Allah subhanahu wa ta’ala semata, kapan aku mengerti apa yang aku baca, kapan aku mengambil pelajaran dari peringatan-peringatan al-Qur’an, kapan aku disibukan dzikir kepada Allah sehingga melupakan selain-Nya, kapan aku mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah. Inilah seharusnya yang menjadi tujuan utama seseorang ketika membaca al-Qur’an.

Al-Imam al-Hasan al-Bashri berkata: “ketahuilah, demi Allah, ia bukan menghafal huruf-hurufnya dan menyia-nyikan batasan-batasanya, hingga salah seorang mereka berkata, ‘sungguh aku telah membaca al-Qur’an dan tidak melewatkan satu huruf pun.’ Padahal –demi Allah- dia melewati semuanya. Tidak dilihat padanya al-Qur’an pada akhlak dan amal. Sampai salah seorang mereka bekata, ‘sungguh aku membaca satu surah dalam satu tarikan nafas.’ Padahal –demi Allah- mereka itu bukan membaca al-Qur’an, bukan ulama, bukan orang-orang bijaksana, dan bukan pula orang-orang wara,’  apabila para pembaca al-Qur’an seperti itu, semoga Allah subhanahu wa ta’ala semata tidak memperbanyak orang-orang mereka di antara manusia.

Sumber: Buku Fiqih do’a dan Dzikir karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah

Penulis: Ade Abdurrahman

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

PALING POPULER