asd
Rabu, Juli 24, 2024
spot_img
BerandaFiqih Do'a dan DzikirPENSIFATAN NAMA-NAMA ALLAH SEBAGAI NAMA-NAMA PALING INDAH DAN INDIKASI HAL ITU

PENSIFATAN NAMA-NAMA ALLAH SEBAGAI NAMA-NAMA PALING INDAH DAN INDIKASI HAL ITU

PENSIFATAN NAMA-NAMA ALLAH SEBAGAI NAMA-NAMA PALING INDAH DAN INDIKASI HAL ITU

Telah disebutkan dalam Al-Qur’an yang mulia, anjuran berdo’a kepada Allah menggunakan nama-nama-Nya yang indah lagi agung, serta peringatan keras (mengikuti) jalan orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran) mengenai nama-nama-Nya, dan bahwa Allah akan menghisab mereka dengan sebab itu dengan hisab (perhitungan) yang ketat. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi setiap Muslim, memberi perhatian yang serius terhadap asmau’l husna (nama-nama Allah yang paling indah), memahaminya dengan pemahaman yang benar, jauh dari jalan orang-orang yang menyimpang terhadap nama-nama Allah, yaitu mereka yang telah diancam oleh Allah dalam ayat “Mereka akan dibalas atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180). Menyimpang pada nama-nama Allah adalah penyimpang terhadap ayat-ayat-Nya.

Kata ‘husna’ dalam bahasa arab adalah jamak dari kata ‘ahsan’ (paling indah) bukan jamak dari kata ‘hasan’ (indah). Maka ia adalah nama yang paling indah, paling sempurna, dan paling agung. Seperti firman Allah:

وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ

“Bagi Allah permisalan paling tinggi.” (QS.An-Nahl: 60).

Yakni, bagi Allah kesempurnaan paling agung pada dzat-Nya serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. oleh karena itu, nama-nama-Nya adalah nama-nama paling indah.

Nama-nama Allah juga disebut paling indah karena menunjukan kepada sifat kesempurnaan yang agung bagi Allah. Karena sekiranya ia tidak menunjukan kepada sifat dan hanya nama semata, tentunya tidak menjadi paling indah, begitu pula jika menunjukan kepada suatu sifat namun sifatnya tidak sempurna, maka tidak disebut paling indah, dan kalau menunjukan kepada sifat yang bukan sifat kesempurnaan, namun mungkin sifat kekurangan, sifat yang bisa bermakna pujian dan bisa pula celaan, maka tidak disebut paling indah. Nama-nama Allah seluruhnya menunjukan kepada sifat kesempurnaan dan ciri-ciri keagungan bagi Rabb Tabaraka wata’ala. Setiap nama dari nama-nama-Nya menunjukan kepada makna dari sifat-sifat-Nya, bukan makna yang ditunjukan oleh nama-Nya yang lain. (Lihat Al-Haqqul Wadhih Al-Mubin, karya Ibnu Sa’diy, hal.55).

Nama ‘Ar-Rahman’ (Maha Pengasih) misalnya menunjukan kepada makna’rahmah’ (pengasih), nama ‘Al-Aziz’ (Maha Mulia) menunjukan kepada makna ‘izzah’ (kemuliaan), nama ‘Al-Khaliq’ (Maha Pencipta) menunjukan kepada makna ‘khalaq’ (penciptaan), demikian seterusnya. Meski semuanya sama-sama menunjukan kepada Rabb Tabaraka wata’ala. Atas dasar ini, nama-nama tersebut ditinjau dari indikasinya terhadap dzat adalah sinonim, namun dari segi indikasinya terhadap sifat adalah berbeda-beda, karena masing-masing nama itu menunjukan kepada makna khusus yang disimpulkan darinya.

Al-Allamah Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata, Nama-nama Rabb Tabaraka wata’ala semuanya adalah nama-nama pujian. Sekiranya ia hanyalah lafadz-lafadz semata tidak ada makna niscaya tidak menunjukan kepada pujian. Sementara Allah telah mensifati semuanya adalah ‘husna’ (paling indah). Allah berfirman:

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Bagi Allah nama-nama yang indah, berdo’alah kepada-Nya dengannya, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang pada nama-nama-Nya, sungguh mereka akan dibalas atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)

Ia tidak dianggap paling baik hanya dari segi lafadz, akan tetapi juga karena menunjukan kepada sifat-sifat kesempurnaan. Dengan ini menjadi jelas memahami asma’ul husna dan mengetahui makna-maknanya adalah asas yang menjadi suatu keharusan, untuk merealisasikan firman Allah:

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ

“Bagi Allah nama-nama yang paling indah, berdo’alah kepada-Nya dengannya.” (QS. Al-A’raf: 180)

Berdo’a kepada Allah dengan menggunakan nama-nama-Nya yang diperintahkan pada ayat ini, hanya bisa terjadi dan terealisasi apabila orang yang berdo’a mengetahui makna-makna dari nama-nama yang dia gunakan dalam berdo’a tersebut. Apabila dia tidak mengetahui makna-maknanya, maka dia akan menjadikan dalam do’anya suatu nama yang bukan pada tempatnya, seperti menutup permintaan rahmat dengan nama yang menunjukan azab, atau sebaliknya. Sehingga tampak kerancuan dalam perkataan dan ketidak serasian.

Kemudian berdo’a kepada Allah dengan nama-nama-Nya mencakup do’a permintaan, do’a pujian, dan do’a peribadatan. Dalam menjelaskan hal ini, Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata, “Dia Tabaraka wata’ala mengajak hamba-hamba-Nya untuk mengenali-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, memuji-Nya dengan perantara hal itu, lalu mengambil bagian mereka dari peribadatan. Dia Tabaraka wata’ala menyukai konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dia Maha Berilmu dan menyukai setiap orang yang berilmu, Dia Maha Dermawan dan menyukai setiap orang yang dermawan, Dia Tunggal dan menyukai setiap yang tunggal, Dia Maha Indah dan menyukai setiap keindahan, Maha Pemaaf dan menyukai pemberian maaf dan pelakunya, Maha Pemalu dan menyukai sifat pemalu serta pemiliknya, Maha Baik dan menyukai orang-orang yang baik-baik, Maha Penerima syukur dan menyukai orang-orang yang bersyukur, Maha Penyantun dan menyukai orang-orang yang santun….hingga akhir perkataan beliau rahimahullah. (Madarij As-Salikin, 1/420.)

Kemudian diantara perkara paling penting yang mesti diperhatikan seorang Mukmin sehubungan dengan permasalahan yang agung ini, hendaknya benar-benar waspada terhadap jalan orang-orang yang menyimpang dalam masalah nama-nama Allah, orang-orang yang diancam Allah pada ayat di atas, bahwa mereka akan dibalas atas apa yang mereka kerjakan. Mereka ini berkelompok-kelompok dan bermacam-macam. Namun mereka dikumpulkan oleh sifat penyimpangan meski jalan-jalan mereka saling berbeda-beda.

Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘ala Muhammad waalihi wasohbihi ajma’in.

Al-Bayaan Cianjur, Sabtu 12 September 2020/ 24 Muharram 1442 H

Penulis: Adep Baehaki

Sumber : Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Abdurrazaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr -Hafidzahumallahu

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

PALING POPULER