asd
Home Fiqih Do'a dan Dzikir MELIRIHKAN SUARA DALAM MEMBACA DOA

MELIRIHKAN SUARA DALAM MEMBACA DOA

0

MELIRIHKAN SUARA DALAM MEMBACA DOA

Diantara adab dalam berdoa adalah menyembunyikan atau melirihkan suara dalam membaca doa dan tidak mengeraskannya. Al Hasan berkata: “Banyak umat Islam yang berijtihad ketika berdoa, mereka tidak memperdengarkan suara mereka, kecuali dengan suara lirih (seakan berbisik kepada Rabbnya); karena Allah berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf: 55)

Allah juga telah menyebutkan seorang hamba yang sholeh dan meridhoi perbuatannya dalam firman-Nya:

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

“yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (QS. Maryam: 3)

Ibnu Juraij berkata: “Mengangkat suara dalam berdoa, menyeru dan berteriak adalah makruh, hendaknya disuruh untuk (berdoa) dengan penuh kerendahan hati dan tidak menyerah. Kemudian ia meriwayatkan dari ‘Atha’ al Khurrasani dari Ibnu Abbas dalam firman Allah yang menyatakan:

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

”Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf: 55)

Ibnu Katsir mengatakan yaitu melampaui batas dalam berdoa, bukan pada yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir: 3/427-428)

Dalam hadits disebutkan, dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika kami menaiki lembah, kami bertahlil dan bertakbir, lalu suara kami keras. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ

Wahai sekalian manusia, bersikap lemah lembutlah dan pelankan suara kalian, sesungguhnya kalian bukanlah menyeru pada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak ada. Allah itu bersama kalian. Allah itu Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha Suci nama-Nya dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.’” (HR. Bukhari, no. 2992 dan Muslim, no. 2704).

Syaikhul Islam menyebutkan beberapa faidah dari  menyembunyikan atau melirihkan doa doantaranya,

Pertama, berdoa dengan suara lirih merupakan bukti keimanan yang kuat, kerena ia yakin bahwa Allah Maha Mendengarkan segala permohonannya.

Kedua, berdoa dengan suara lirih merupakan adab yang agung dalam mengagungkan Allah, karena apabila Allah Maha Mendengar permohonan dengan suara yang lirih, maka tidak layak bagi seseorang untuk mengeraskan suaranya.

Ketiga, berdoa dengan suara lirih lebih dapat membuat orang merendahkan diri dan khusyuk dalam memohon. Bahkan merendahkan diri di hadapan Allah merupakan maksud dan tujuan dari seseorang berdoa kepada-Nya. Karena seseorang yang khusyuk dalam berdoa akan memohon dengan penuh kerendahan diri, yang membuat hatinya luluh, tubuhnya merendah dan suaranya lirih.

Keempat,  berdoa dengan suara lirih lebih bisa untuk ikhlas.

Kelima, berdoa dengan suara lirih lebih dapat mengumpulkan segenap hatinya untuk merendahkan diri di hadapan Allah, sedangkan mengeraskan suara menceraiberaikan kekhusyukan.

Keenam, berdoa dengan suara lirih menunjukkan akan kedekatan dirinya kepada Dzat Yang Maha Dekat. Ketika dia memohon, bukan memohon kepada sesuatu yang jauh dari dirinya. Oleh karena itu Allah memuji hamba-Nya yang Zakaria dalam firman-Nya. Ketika hati seseorang telah merasa dekat dengan dengan Allah maka ia pun akan melirihkan suaranya dalam berdoa.

Ketujuh, berdoa dengan suara lirih lebih dapat membuat seseorang istiqomah dalam berdoa. Karena berdoa dengan suara lirih tidak membuat lisan menjadi jemu dan tidak membuat tubuh menjadi lelah.

Kedelapan, melirihkan suara dalam berdoa dapat menghidarkan diri dari gangguan-gangguan, karena ketika seseorang berdoa dengan suara lirih tidak akan ada orang yang menyadarainya dan tidak akan ada yang mengganggunya.

Kesembilan, hidayah taufiq untuk berdoa dan kembali kepada Allah merupakan suatu nikmat yang besar. Sedangkan dalam setiap kenikmatan yang dimiliki oleh seseorang akan ada orang yang hasad terhadap kenikmatan tersebut. Sehingga tidak ada jalan lain bagi orang yang memiliki sebuah kenikmatan kecuali menyembunyikan kenikmatan tersebut. Sebagaimana perkataan Nabi Ya’kub kepada Nabi Yusuf Alaihimassalam :

قَالَ يَٰبُنَىَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلَىٰٓ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا۟ لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لِلْإِنسَٰنِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (QS. Yusuf : 5)

Sumber :

Fiqih Doa dan Dzikir Syaikh Abdurrozzaq

islamqa.info

rumaysho.com

tafsirweb.com

Cianjur, 26 Agustus 2020

Oleh : Muhammad, M.Pd.I

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version