asd
Home Fiqih Do'a dan Dzikir PERINGATAN TERHADAP PENYIMAKAN YANG DIADA-ADAKAN

PERINGATAN TERHADAP PENYIMAKAN YANG DIADA-ADAKAN

0

PERINGATAN TERHADAP PENYIMAKAN YANG DIADA-ADAKAN

Pembahasan kita masih berkisar tentang ketentuan-ketentuan doa yang disyariatkan, tidak diragukan lagi, ini adalah perkara baru dalam agama, meyelisihi para nabi dan utusan.

Imam As Syafii Rahimahullah berkata: “Aku keluar dari Bagdad dan aku meninggalkan pada sesuatu yang diada-adakan para zindiq. Mereka menamainya at thagbhir. Mereka menghalangi manusia dengan sebab itu dari Al Quran.”

At thagbhir adalah dzikir yang diada-adakan, mirip dengan perbuatan menyanyikan syair disertai memukulkan kayu ke gendang atau semisalnya.

Imam Ahmad Rahimahullah ditanya tentangnya (At thagbhir), maka beliau berkata: “bid’ah yang diada-adakan.”

Muhammad bin Walid Athur thusyi berkata: “satu perkara yang sangat aneh lagi mengherankan, seseorang berpaling dari doa-doa yang telah disebutkan Allah Ta’ala dalam kitab-Nya, berasal dari para Nabi, para Wali, dan manusia-manusia pilihan, dimana Allah Ta’ala telah menggandengkannya dengan pengabulan, lalu dia mengambil lafadz-lafadz para penyair dan penulis. Seakan engkau telah berdoa dengan semua doa-doa mereka kemudia engkau meminta bantuan dengan doa-doa selain mereka.”

Para Ahli ilmu telah mengingatkan bahwa alunan tersebut ada 2 jenis:

1 jenis yang merupakan penyimakan senda gurau dan tarian. Ini adalah haram dan bathil.

2 penyimakan yang diada-adakan dan mengandung unsur religi serta pendekatan diri kepada Allah Ta’ala. Maka ini dikatakan bid’ah sesat. Karena, kita hanya boleh mendekatakan diri kepada Allah Ta’ala dengan apa yang Dia syariatkan, bukan dengan hawa nafsu, perkara-perkara baru, bid’ah-bid’ah.

Syeikhul Islam Ibnu taimiyah rahimahullah berkata: “sesungguhnya asal mendengar qasidah-qasidah, awalnya adalah membuat qasidah-qasidah yang tidak menuruti aturan syair untuk melembutkan hati, menggerakkan kecintaan dan kerinduan, atau takut dan khusu’, atau sedih dan pilu dan selain itu. Mereka mempersyaratkan untuknya tempat, waktu dan teman-teman…”

Beliau pernah ditanya tentang laki-laki yang dikenal dengan kebaikan, dia ingin menjadikan bertaubat satu kelompok yang telah berkumpul, untuk melakukan dosa-dosa besar seperti membunuh, merampok, mencuri, minum khamar dan selain itu. Namun laki-laki itu tidak mampu untuk menjadikan mereka bertaubat kecuali dengan membuatkan bagi mereka penyimakan dengan niat seperti diatas,dia menggunakan  semacam rebana tanpa alat yang menimbulkan bunyi gemerincing. Nyanyian penyanyi dengan syair mubah ketika dia melakukan hal ini, maka bertaubatlah dari mereka sejumlah orang. Sedangkan mereka tidak shalat dan mencuri serta tidak mengeluarkan zakat menjadi menahan diri dari perkara syubhat dan mengerjakan perkara fardhu dan menjauhi perkara haram.

Apakah dibolehkan melakukan penyimakan seperti ini? Karena apa yang dihasilkannya berupa maslahat sedangkan tidak mungkin baginya berdakwah kepada mereka kecuali demikian?

Beliau rahimahullah menjawab: “hal ini menunjukan orang tersebut bodoh dengan cara yang syar’i, yang dengannya orang-orang yang berbuat maksiat menjadi bertaubat, dan orang itu tidak mampu melakukan cara syar’I ini. Karena Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasalam, para sahabat dan tabiin, biasa berdakwah kepada yang jahat dari pada mereka itu yang terdiri orang kafir, fasik, dan maksiat dengan cara syari, yang Allah Ta’ala telah cukupkan mereka dengannya dari pad acara-cara bid’ah.”

Sebab bertaubat itu melalui jalan yang syari bukan dengan cara yang bid’ah.

Diringkas dari kitab Fiqih Do’a dan Dzikir, Karya: Syeik Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr –Hafizhahumallah-.

Cianjur, Ahad 19 Juli 2020, ditemani hujan dan secangkir kopi.

Oleh: Fitra Aryasandi S.Ag

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version