Home Fiqih Do'a dan Dzikir DZIKIR KEPADA ALLAH DENGAN MENYEBUT NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT-NYA

DZIKIR KEPADA ALLAH DENGAN MENYEBUT NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT-NYA

0

DZIKIR KEPADA ALLAH DENGAN MENYEBUT NAMA-NAMA DAN

SIFAT-SIFAT-NYA

Sesungguhnya diantara dzikir yang paling agung dan utama, adalah berdzikir kepada Rabb Tabaraka wa Ta’ala dengan menyebutkan nama-nama-Nya yang paling indah dan sifat-sifat-Nya yang agung, menyanjung-Nya dengan sanjungan yang layak bagi-Nya, sebagaimana sanjungan-Nya atas diri-Nya, dan sanjungan kepada-Nya oleh hamba dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, berupa ciri-ciri keagungan, sifat-sifat kesempurnaan, macam-macam pujian, dan yang sepertinya.

Hal itu karena sesungguhnya dzikir itu ada dua macam:

Pertama, dzikir nama-nama Rabb yang paing indah, sifat-sifat-Nya yang agung, dan menyanjung-Nya dengan hal itu, membersihkan Allah serta mensucikan-Nya dari apa-apa yang tidak patut bagi-Nya. Lalu ini juga ada dua jenis:

Jenis pertama; memulai pujian dengan (menyebut) hal-hal itu dari orang berdzikir. Jenis inilah yang disebutkan dalam hadits-hadits tentang anjuran memuji Allah, bertakbir, bertasbih, dan memperbagus sanjungan kepada-Nya. Di antaranya sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam :

أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى الله أَرْبَعٌ : سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لله، وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنِّ بَدَأْتَ

“Perkataan paling disukai Allah, ada empat; subhaanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illallah, wallahu akbar (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tida ada sembahan yang haq selain Allah, dan Allah Maha Besar. Tidak ada masalah bagimu dengan yang manapun kamu mulai.” (HR. Muslim, no.2137)

Adapun (dzikir) yang paling utama dari jenis ini dan paling merangkum sanjungan, adalah seperti ucapan:

سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، وَرِضَا نَفْسِهِ ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

Mahasuci Allah. Aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan ‘Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya).” (HR. Muslim, no. 2726)

Jenis kedua; Mengabarkan tentang Rabb Tabaraka wata’ala mengenai hukum-hukum, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya, seperti perkataan Anda, “Allah mendengar suara-suara hamba-hamba-Nya, melihat gerakan-gerakan mereka, tidak tersembunyi bagi-Nya dari amal-amal mereka yang tersembunyi, Dia lebih pengasih terhadap mereka dibanding bapak-bapak dan ibu-ibu mereka, Dia berkuasa atas segala sesuatu, Dia lebih gembira terhadap taubat hamba-Nya dibanding orang yang kehilangan hewan tungggangannya (lalu mendapatkannya), atau ungkapan seperti itu yang berupa sanjungan kepada-Nya yang patut bagi-Nya, di antara sanjungan-Nya terhadap diri-Nya, serta sanjungan kepada-Nya oleh hamba dan Rasul-Nya, tanpa menyelewengkan dan mengabaikan, serta tidak menyerupakan dan menggambarkan. Kemudian jenis ini tercakup padanya tiga macam; pujian, sanjungan dan pengagungan. Pujian adalah mengabarkan tentang Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, disertai kecintaan dan keridhoan terhadap-Nya.

Kedua, dzikir (mengingat) perintah Rabb, larangan, dan hukum-hukum-Nya. ini juga terbagi kepada dua jenis:

Jenis pertama; Dzikir kepada-Nya mengingat hal-hal itu, dalam rangka mengabarkan tentang-Nya, bahwa Dia memerintahkan hal ini, melarang hal ini, mencintai yang ini, murka terhadap ini, dan ridha kepada ini. Semua ini termasuk dzikir kepada Allah. Oleh karena itu, majlis-majlis ilmu yang dijelaskan padanya halal dan haram, serta dijelaskan padanya hukum-hukum, maka ini disebut majlis dzikir kepada Allah. Atha Al-Khurasani berkata, “Majlis-majlis dzikir adalah majlis-majlis halal dan haram, bagaimana engkau membeli, menjual, shalat, puasa, menikah, menceraikan, haji, dan yang sepertinya.” 

Salah seorang ulama salaf, yaitu Abu As-Suwar Al-Adawi, pernah berada di suatu majlis saling membahas ilmu, dan bersama mereka seorang pemuda belia lalu berkata kepada mereka, “Ucapkanlah oleh kalian, ‘subhanallah, walhamdu lillah.” Maka Abu As-Suwar marah dan berkata, “Celaka engkau, kalau begitu, sedang apa kami sekarang ini?”  (Atsar ini dan yang sebelumnya disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam penjelasan hadits Abu Darda’ tentang menuntut ilmu, hal.23.)

Majlis-majlis dzikir tidak khusus bagi majlis-majlis yang disebutkan padanya nama Rabb dengan tasbih, tahmid, takbir, dan yang sepertinya. Bahkan ia mencakup semua majlis yang disebutkan padanya perintah Allah, larangan-Nya, halal dan haram, apa yang Dia sukai dan ridhai, serta apa yang Dia benci dan tidak sukai. Bahkan terkadang dzikir ini lebih bermanfaat daripada dzikir tersebut.

Jenis kedua; Dzikir kepada Allah saat ada perintah-Nya sehingga bersegera mengerjakannya, dan ketika ada larangan-Nya sehingga menjauh darinya. Komitmen seorang hamba terhadap perintah-perintah Allah, ketundukannya terhadap syariat-Nya, kepatuhannya terhadap hukum-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, semua itu termasuk menegakan dzikir kepada Allah. Mengingat perintah dan larangan-Nya adalah satu perkara, sedangkan dzikir pada Allah saat ada perintah dan larangannya, adalah perkara yag lain pula.

Pembagian-pembagian di atas telah dijelaskan Ibnu Al-Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Waabil Ash-Shayyib. Beliau menyebutkan juga apabila hal-hal itu terkumpul bagi orang berdzikir, niscaya dzikirnya menjadi dzikir paling utama, paling mulia, dan paling agung.

Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘ala Muhammad waalihi wasohbihi ajma’in.

Al-Bayaan Cianjur, Ahad 09 Agustus  2020/ 19 Dzulhijjah 1441 H

Penulis: Adep Baehaki

Sumber : Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Abdurrazaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr -Hafidzahumallahu-

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version