asd
Home Fiqih Do'a dan Dzikir DZIKIR-DZIKIR BANGUN TIDUR (1)

DZIKIR-DZIKIR BANGUN TIDUR (1)

0

DZIKIR-DZIKIR BANGUN TIDUR

Telah disebutkan dari Nabi bermacam-macam dzikir yang disyari’atkan bagi Muslim untuk mengucapkannya ketika bangun dari tidur. Ia secara garis besarnya mencakup pernyataan tauhid kepada Allah, berlindung dari syetan yang terkutuk, memuji Allah atas pemeliharaan-Nya terhadap hamba, pertolongan-Nya terhadapnya untuk taat dan berdzikir kepada-Nya.

Di antara hadits-hadits ini adalah apa yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Ubadah bin Ash-Shamit, dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

من تَعارَّ من الليل فقال: لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ ولهُ الْحَمْدُ وهُوَ على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، الحمدُ للهِ، وسبحانَ اللهِ، ولا إله إلا اللهُ، واللهُ أَكْبَرُ، ولا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلا بِاللهِ، ثم قال: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لي – أو دعا – استُجِيبَ له، فإنْ توضأ وصلى قُبِلتْ صلاتُه

“Barangsiapa yang terjaga di malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘Tiada sembahan yang benar kecuali Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu, segala puji bagi Allah, maha suci Allah, tiada sembahan yang benar kecuali Allah, Allah maha besar, serta tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, kemudian dia mengucapkan: “Ya Allah, ampunilah (dosa-dosa)ku“, atau dia berdoa (dengan doa yang lain), maka akan dikabulkan doanya, jika dia berwudhu dan melaksanakan shalat maka akan diterima shalatnya(Shahih Bukhari 

Pada hadits ini terdapat keutamaan bersegera untuk dzikir kepada Allah dan menyanjung-Nya ketika bangun tidur. Hendaknya itu yang pertama kali dikerjakan seorang Mukmin saat bangun dari tidurnya. Ini hanya akan terealisasi bagi yang membiasakan diri dengan dzikir dan merasa tentram dengannya.

            Lafadz, “Barang siapa terbangun pada malam hari.” yakni; terbangun dari tidurnya di malam hari. Nabi ﷺ telah memulai kalimat-kalimat itu dengan kalimat tauhid ‘laa ilaaha illallah,’  seraya mempertegas makna dan kandungannya dengan perkataannya, “semata tidak ada sekutu bagi-Nya.” Karena ‘laa ilaaha illallah’ terdapat padanya dua rukun yang agung, keduanya adalah penafian dan penetapan. Penafian pada lafadz, ‘laa ilaaha’ (tidak ada sembahan), dan ia adalah penafian peribadahan dari segala sesuatu selain Allah. Adapun penetapan terdapat pada lafazh, ‘illallah’ (kecuali Allah), dan ia adalah penetapan peribadatan dengan segala maknanya kepada Allah.

            Lalu kedua perkara ini dipertegas dengan perkataannya, “Semata tidak ada sekutu bagi-Nya.” Lafazh “semata” di sini terdapat penegasan bagi penetapan. Sedangkan lafazh, “Tidak ada sekutu bagi-Nya,” di sini terdapat penegasan bagi penafian. Di sini terdapat petunjuk tentang urgensi tauhid, memulai dengannya, mendahulukannya atas selainnya, dan penekanan untuk memperhatikannya dengan memahami maknanya, melaksanakan kandungannya, dan merealisasikan konsekuensinya.

            Kemudian beliau ﷺ bersabda, “Bagi-Nya kerajaan, dan bagi-Nya pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” Ini adalah argumentasi tauhid dan dalil-dalilnya. Pemilik tauhid murni adalah yang memiliki kerajaan, berhak terhadap pujian, dan berkuasa atas segala sesuatu. Adapun selain-Nya tidak berhak untuk diibadahi sedikit pun.

            Kemudian dikatakan, “Segala puji bagi Allah, dan Mahasuci Allah, dan tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah, dan Allah Mahabesar.” Di sini disebutkan empat kalimat yang merupakan kalimat paling disukai Allah. Seperti disebutkan dalam Shahih Muslim, dari hadits Samurah bin Jundub dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

أحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْت

“Perkataan yang paling dicintai Allah ada empat, tidak ada masalah bagimu dari mana saja engkau memulainya; Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah, dan Allah Mahabesar. (Shahih Muslim)

Tasbih terdapat padanya pensucian Allah dari apa-apa yang tidak patut dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya. Al-Hamdu adalah penetapan bermacam-macam kesempurnaan bagi-Nya. Tahlil mengandung pengesaan-Nya dan memurnikan agama kepada-Nya. Sedangkan takbir mengandung pengagungan kepada-Nya, dan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih besar dari-Nya.

Kemudian beliau bersabda, “Dan tidak ada upaya serta kekuatan kecuali dari Allah.” Ini adalah kalimat permintaan bantuan. Mengucapkannya pada kondisi seperti ini berada pada puncak kesesuaian. Hal itu karena seseorang ketika bangun tidur butuh kepada tekad yang kuat, semangat, keseriusan dan kesungguhan. Sementara yang memberi pertolongan kepada semua itu adalah Allah semata. Kalimat ‘Tidak ada upaya dan kekuatan kecuali dari Allah,’ mengandung penyerahan urusan kepada Allah dan berlepas diri dari upaya serta kekuatan kecuali dari-Nya. Bahwa seorang hamba tidak memiliki dari urusannya sedikitpun, tidak ada upaya baginya dalam menolak mudharat dan tidak ada kekuatan baginya dalam meraih kebaikan, kecuali atas kehendak-Nya.

Lalu beliau bersabda, “Ya Allah, berilah ampunan kepadaku, atau berdo’a niscaya akan dikabulkan.” Demikianlah riwayat ini disertai keraguan. Tapi mungkin juga untuk menunjukan macam-macamnya. Yakni, jika dia memohon ampunan, niscaya diampuni dan jika berdo’a niscaya do’anya dikabulkan Allah.

Setelah itu beliau bersabda, “Jika dia berwudhu, niscaya diterima shalatnya,” Yakni, apabila dia shalat. Di sini terdapat anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan bersemangat dalam mengerjakan ibadah. Meninggalkan sikap kurang semangat, lamban, dan malas. Untuk itu, Imam Al-Bukhari menyebutkan hadits ini dalam pembahasan tahajjud di kitab Shahihnya pada bab “Barang siapa terbangun pada malam hari lalu shalat.” Yakni, orang yang shalat pada waktu itu, dan bersegera menuju shalat pada saat kondisi demikian, maka shalatnya sangat patut untuk diterima. Penerimaan dalam kondisi seperti itu lebih diharapkan daripada dalam keadaan yang lainnya.   

Al-Hafizh Ibnu Hajar telah menyebutkan penjelasannya terhadap hadits ini sebuah faidah yang unik, tentang perhatian terhadap dzikir tersebut, dari Abu Abdillah Al-Firabri (perawi dari Imam Bukahri), dia berkata, ‘Aku mengucapkan dzikir ini pada lisanku ketika terbangun. Setelah itu aku tidur. Maka tiba-tiba aku didatangi seseorang (yakni dalam mimpi) dan membaca:

وَهُدُوْٓا اِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِۚ وَهُدُوْٓا اِلٰى صِرَاطِ الْحَمِيْدِ

“Mereka diberi petunjuk pada ucapan yang baik dan diberi petunjuk (pula) ke jalan (Allah) Yang Maha Terpuji.” (Fathul Baari, 3/41)

Tidak diragukan lagi, senantiasa mengucapkan dzikir ini termasuk petunjuk kepada yang baik dari perkataan, dan petunjuk kepada jalan terpuji.

Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘ala Muhammad waalihi wasohbihi ajma’in.

Al-Bayaan Cianjur, Ahad 10 Oktober  2021/ 03 Rabi’ul Awwal 1443 H

Penulis: Adep Baehaki

Sumber: Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir jilid 2 karya Syaikh Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin al-Badr -Hafidzahumallahu-

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version