asd
Home Fiqih Do'a dan Dzikir URGENSI ILMU TENTANG NAMA-NAMA ALLAH DAN SIFAT-SIFAT-NYA

URGENSI ILMU TENTANG NAMA-NAMA ALLAH DAN SIFAT-SIFAT-NYA

0

URGENSI ILMU TENTANG NAMA-NAMA  ALLAH DAN SIFAT-SIFAT-NYA

Tak ada suatu keraguan tentang keutamaan dzikir pada Allah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah, keagungan urusannya, banyaknya hasil dan faidahnya. Keutamaan ini kembali kepada sebab-sebab yang sangat banyak, diantaranya:

Pertama, sesungguhnya ilmu tauhid asma dan sifat adalah ilmu yang paling mulia, paling utama, paling tinggi kedudukannya, dan paling agung urusannya. Kemuliaan dan keutamaan suatu ilmu dikarenakan oleh kemuliaan obyek bahasannya. Sementara tidak ada yang lebih mulia dan lebih utama daripada ilmu tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, menyibukkan diri untuk memahaminya, mengilmuinya, dan membahasnya, termasuk menyibukkan diri dengan tujuan yang paling mulia dan maksud yang paling agung.

Kedua, ma’rifah (pengetahuan) tentang Allah dan ilmu tentangnya mendorong seorang hamba untuk mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, menghormati-Nya, takut kepada-Nya, berharap pada-Nya, dan mengikhlaskan amalan untuk-Nya. Ke

butuhan seorang hamba terhadap hal ini adalah kebutuhan paling besar, paling utama dan paling agung.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Tidaklah sama sekali kebutuhan ruh terhadap sesuatu lebih besar daripada pengetahuan tentang (Dzat) yang menciptakannya, mengadakannya, kecintaannya, ingatnya kepada-Nya, dan keceriaannya dengan-Nya. begitu pula mencari wasilah (sarana) kepada-Nya dan mendekat di sisi-Nya. Tidak ada jalan kepada perkara ini kecuali dengan pengetahuan tentang sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Setiap kali seorang hamba lebih berilmu tentangnya, niscaya dia akan semakin mengenal Allah, lebih semangat menuju pada-Nya, dan lebih dekat kepada-Nya. Lalu setiap kali dia semakin mengingkarinya, niscaya semakin bodoh tentang Allah, makin tidak menyukai-Nya, dan makin jauh dari-Nya. Allah menempatkan seorang hamba dari diri-Nya di mana hamba itu menempatkan-Nya di sisi-Nya.”  Demikian perkataan beliau rahimahullah. (Miftah Daar As-Sa’adah, hal. 202.)

Ketiga, sesungguhnya Allah menciptakan ciptaan dan mengadakannya dari sebelumnya tidak ada. Lalu menundukkan untuk mereka langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya, agar mereka mengenali-Nya, dan menyembah-Nya, seperti firman Allah

﴾وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿ ٥٦﴾ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ ﴿ ٥٧﴾ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ ﴿ ٥٨

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan dari mereka rizki dan Aku tidak menginginkan mereka memberi-Ku makan. Sungguh Allah, Dia lah Maha pemberi rizki, pemilik kekuatan yang kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat :56-58).

Inilah tujuan utama yang ciptaan diciptakan karenanya, dan diadakan untuk merealisasikannya, maka menyibukan diri untuk mengetahui nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, berarti menyibukkan diri untuk sesuatu yang menjadi tujuan penciptaan hamba. Sedangkan meninggalkan dan menyia-nyiakannya berarti mengabaikan tujuan penciptaannya.

Keempat, ia adalah salah satu rukun iman yang enam, bahkan yang paling utama dan pokok dari rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah. Sementara iman bukan sekedar perkataan seorang hamba, ‘Aku beriman kepada Allah,’ tanpa mengetahui Rabbnya. Bahkan hakikat iman adalah seseorang mengetahui Rabbnya yang dia imani, mengerahkan upayanya untuk mengetahui nama-nama dan sifat-sifat-Nya, hingga mencapai derajat yakin. Seberapa besar pengetahuan seseorang terhadap Rabbnya, maka demikian pula kadar keimanannya. Setiap kali bertambah pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya, niscaya bertambah pula pengetahuan tentang Rabbnya, dan bertambah keimanannya. Lalu setiap kali berkurang niscaya akan berkurang pula. Oleh karena itu, Allah berfirman :

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟

“Hanya saja yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir : 28)

Tidak diragukan, pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah, membuahkan bagi hamba bermacam-macam bentuk ibadah, ketaatan, dan mencari wasilah kepada Allah, menguatkan baginya sisi takut dan pengawasan, menumbuhkan harapan, menambah pada keimanannya, keyakinannya, dan kepercayaannya terhadap Rabbnya.

Kelima, ilmu tentang Allah merupakan pokok dari segala sesuatu, hingga orang yang mengetahui-Nya dengan sebenar-benarnya pengetahuan, berdalil dengan apa yang dia ketahui dari sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, terhadap apa yang Dia lakukan dan Dia syari’atkan berupa hukum-hukum. Hal itu karena Allah tidak berbuat kecuali apa yang menjadi konsekuensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Perbuatan-perbuatan Allah berkisar di antara keadilan, karunia dan hikmah. Oleh karena itu, Dia tidak mensyari’atkan apa-apa yang Dia syari’atkan berupa hukum-hukum kecuali konsekuensi pujian, hikmah, karunia, dan keadilan-Nya. Berita-berita dari-Nya semuanya haq dan benar, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya semuanya adil dan mengandung hikmah.

Inilah lima sebab agung yang menunjukan keutamaan ilmu tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, serta besarnya kebutuhan hamba terhadapnya, bahkan tidak ada disana suatu kebutuhan lebih besar daripada kebutuhan seorang hamba kepada pengetahuan tentang Rabb mereka, pencipta mereka, penguasa mereka, pengatur urusan mereka, dan penentu rizki-rizki mereka. Dzat yang tidak bisa bagi mereka merasa tak membutuhkan-Nya meski sekejap mata, dan bahkan lebih cepat daripada itu. Tidak ada kebaikan bagi mereka dan tidak pula kecerahan kecuali dengan mengetahui, beribadah, dan beriman kepada-Nya semata.  

Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘ala Muhammad waalihi wasohbihi ajma’in.

Al-Bayaan Cianjur, Ahad 23 Agustus  2020/ 04 Muharram 1442 H

Penulis: Adep Baehaki

Sumber : Diringkas dari buku Fikih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Abdurrazaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr -Hafidzahumallahu-

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version